Judul : Pilih Islam atau Mazhab?
Penulis : Hasan bin Farhan Al-Maliki
Penerbit : Noura Books
Tahun Terbit : Pertama, Januari 2013
Jumlah Halaman : 368 halaman
ISBN : 978-602-7816-00-8
Peresensi : Muhammad Rasyid Ridho,
Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa
Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
Kemunduran peradaban dan kemunduran
kekuatan umat Muslim saat ini tak bisa kita mengelaknya. Sangat jarang sekali
di antara sebagai pemeluk Islam mencari permasalahan sekaligus solusi apa yang
mesti kita lakukan demi mengembalikan kejayaan Islam seperti dulu. Dari yang
jarang tersebut bisa kita temukan dari Hasan bin Farhan Al-Maliki. Seorang yang
mengaku bermazhab Hanbali menulis buku yang berjudul asli Qira’ah fi kutub al-‘Aqa’id al-Madzhab al-Hanbali Namudzajan.
Dalam terjemahannya buku ini
berjudul, Pilih Islam atau Mazhab.
Buku ini berpijak pada ayat yang berbunyi begini, “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka itu
menjadi (terpecah) berkelompok-kelompok, sedikit pun itu bukanlah tanggung
jawabmu (Muhammad) atas mereka. Akan tetapi, urusan mereka (terserah) kepada
Allah. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan,”
(QS Al-An’am (6): 159). Selain ayat ini ada dua ayat lain di QS Al-Nisa’ (4):
135 dan di QS Al-Ma’idah (5): 8 (halaman
vii).
Inti dari ayat itu kesemuanya adalah
persatuan Islam dan memang apa yang diinginkan penulis bermazhab Hanbali adalah
ukhuwah Islamiyah yang sudah sulit ditemukan. Karena seringkali kita temukan,
sama-sama pemeluk Islam dan hanya berbeda mazhab saja sudah saling menghujat,
saling membid’ahkan, bahkan saling mengkafirkan.
Dalam buku ini penulis fokus pada
satu mazhab untuk dikritik, lebih tepatnya autokritik. Yakni mazhab yang diakui
diikutinya, Mazhab Hanbali yang menurutnya perlu kritikan yang membangun,
karena Imam Ahmad sandaran Mazhab Hanbali tidaklah ma’shum. Bisa saja berbuat
dan mengatakan kesalahan.
Pada pendahuluan buku ini pembaca
akan disuguhi dengan berbagai macam pemikiran yang menurut penulis harus
diketahui umat. Salah satu permasalahan umat hingga pecah belah ini adalah
masalah kerancuan istilah dan definisi. Termasuk di dalamnya adalah definisi akidah
yang sebenarnya tak ada dalam Islam (Al-Qur’an dan Hadits). Sebenarnya, kata akidah
itu cukup dengan kata iman, yang sejak zaman awal Islam telah dikenal tidak
seperti aqidah yang baru ada di zaman ulama belakangan. Tersebab kitab akidah
saling berseteru itulah maka mundurlah Islam, termasuk ketika jatuhnya Bagdad
dan terjajahnya negeri Syam dan Palestina di tangan Kaum Salib (halaman 37).
Pada dasarnya semua imam mazhab
melarang pengikutnya bertaklid padanya, termasuk Imam Ahmad bin Hanbali ketika
datang seseorang yang bertaklid padanya dan menyatakan pendapatnya berbeda
dengan Ibn Al-Mubarak. Imam Ahmad berpesan padanya, “Sungguh, Ibn Al-Mubarak
itu bukan orang yang turun dari langit, tetapi kita diperintahkan untuk
menggali ilmu yang datang dari langit.” Imam Ahmad juga berkata, “Janganlah
kalian mengikuti pendapatku, jangan pula mengikuti pendapat Imam Malik, Imam
Syafi’I, dan Imam Al-Tsauri! Galilah dari sumber mana mereka mengambil ilmu.” (halaman
4)
Bab kedua buku ini berusaha melacak
asal-usul perselisihan akidah yang menyebabkan umat mundur. Pada intinya
semuanya adalah pertikaian politik. Bisa kita lihat ketika zaman kekhalifahan
Bani Umayah banyak ulama dekat dengan pemerintahan. Akibatnya, ulama menjadi
alat untuk membubuhi sikap taklid dan membenci pada selain mazhabnya. Umayah
yang sejak awal memang membenci Ali dan keluarganya, akhirnya meminta ulama
untuk mengatakan syiah itu sesat. Padahal, tidak semua syi’ah ekstrem. Maka
ketika kekhalifahan Syiah naik, keberadaan Bani Umayah terancam karena syi’ah
balas dendam, tentunya itu syiah ekstrem.
Pada bab terakhir yang paling
panjang adalah kritik terhadap Akidah Mazhab Hanbali. Menurut penulis yang
bermazhab Hanbali ini kitab Akidah Mazhab Hanbali tidak luput dari kesalahan.
Termasuk pengafiran dan tuduhan bid’ah terhadap Imam Abu Hanifah. Namun,
penulis masih meragukan hal itu dilontarkan oleh Imam Ahmad (halaman 205).
Karena bisa jadi kitab As-Sunnah itu diubah ketika beliau wafat demi
kepentingan politik Bani Umayah.
Selain itu dalam kitab Akidah mazhab
Hanbali juga terdapat pemalsuan hadis dan sikap tajsim dan tasybih. Ada
sebuah riwayat dalam sebuah kitab As-Sunnah (1/293) yang berbunyi, “Ketika Allah Swt. berfirman kepada Musa
a.s., Dia memakai jubah bulu domba, tutup kepala dari bulu domba, dan sandal
dari kulit keledai yang masih kasar.” Padahal hadis ini tidak sesuai
syariat dan hadis sahih lainnya juga merendahkan Zat Ilahiah (halaman 241).
Selain itu masih banyak hadis palsu dan kejanggalan dalam kitab Akidah mazhab
Hanbali. Namun, perlu diketahui pula hampir semua kitab akidah dari mazhab
apapun memuat kejanggalan dan kesalahan.
Sebagai autokritik, buku ini secara
khusus memang sangat bagus dibaca oleh pengikut mazhab Hanbali dan secara umum
untuk semua mazhab umat Islam agar memahami semua imam mazhab mereka bisa saja
salah dan kita bisa rendah hati menerima kebenaran dari mazhab lain serta
menghindari sikap taklid dan meninggalkan perdebatan furu’. Semua itu bertujuan untuk bersatunya Islam dan menyongsong
kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Maka benar endorsement buku ini yang ditulis oleh Abdul Mu’ti (Sekretaris
Pimpinan Pusat Muhammadiyah), “Buku ini memberikan perspektif yang luas
mengenai akar-akar perbedaan pendapat dan mazhab di dalam Islam. Mengajak
pembaca untuk menyikapi perbedaan mazhab secara arif, lapang dada, dan dewasa
serta lebih mengutamakan Islam di atas fanatisme mazhab dan primordialisme
golongan.”
*naskah sebelum diedit oleh redaksi
halaman dimuat di Majalah Matan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar