Selasa, 11 Juni 2013

(26-Resensi Buku 2013-Eramadina.com 11 Juni 2013) Surat Cinta Terakhir Teroris

Judul                          : Surat Cinta Untuk Kisha
Penulis                       : Bintang Berkisah
Penerbit                    : Diva Press
Tahun Terbit           : Januari, 2013
Jumlah Halaman   : 374 halaman
ISBN                           : 978-602-7640-55-9
Ramu dan Kisha adalah sahabat sejak kecil. Ramu merasakan rasa yang lebih dari sebuah persahabat terhadap Kisha. Ya, dia mencintai Kisha. Namun, semua itu dia pendam. Apatah lagi dia tahu Kisha disukai oleh orang lain dan Kisha pun menerima orang itu. Patah hati Ramu sejak itu, namun dia tetap sahabat setia bagi Kisha.

Perpisahan terjadi pada keduanya, karena Ramu harus pindah ke Gulama. Hal ini dikarenakan ayahnya menemukan pekerjaan yang lebih menjanjikan di sana. Inilah awal-awal surat Ramu pada Kisha tentang masa kecilnya, masa indah bersama Kisha yang tak terlupakan. Ada tujuh belas surat yang dia tulis untuk Kisha.

Di Gulama ayahnya mendapatkan pekerjaan yang gajinya lebih besar. Mereka dalam kecukupan dan mampu membeli rumah sendiri. Sambil dibantu juga dengan usaha sampingan ibunya yang menjual segala macam makanan di depan rumah mereka. Namun, sayang kepahitan terjadi ketika ternyata ayahnya ketahuan menjual bahan baku perusahaan secara gelap demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Bapaknya dipecat, limbunglah ekonomi keluarga. Dengan memahami kerja keras yang ayahnya lakukan, Ramu
tidak menyalahkan ayahnya sepenuhnya. Hingga suatu ketika ayahnya meninggal akibat kecelakaan.

Ramu menjadi tulang punggung keluarga. Ia makin makin giat bekerja.
Atas saran sang ibu, Ramu pun menikah. Dia memilih Sofia yang menjadi pendamping hidupnya. Sayangnya, ibunya meninggal terlebih dahulu sebelum cucunya lahir. Dalam waktu berdekatan anak Ramu pun menyusul neneknya ke haribaan Tuhan karena terkena demam berdarah. Sungguh, pahit hidup yang tak terelakkan.

Ditambah lagi setelah itu Sofia menceraikannya. Sedih dan pilu yang didapatinya. Segala macam ujian yang dia alami tersebut menjadi titik balik bagi Ramu. Untuk lebih mengenal Tuhannya. Lebih dekat lagi. Lebih banyak bersyukur dan ibadah kepadaNya. Sejak saat itu pola pikir dan sikapnya
berubah lebih religius. Bahwa semua yang ada di dunia haruslah hanya untukNya.

Sangat disayangkan, bukan karena ilmu agamanya yang masih sedikit dia menjadi ikut jaringan teroris. Justru itu karena rasa benci Ramu terhadap koruptor di negerinya yang semakin merajalela. Akhirnya, ia letakkan bom do sebuah pertemuan pejabat dalam dan luar negeri. Walhasil, meninggallah sebanyak 200 orang lebih (halaman 343).

Karena perbuatannya tersebut, dia ditangkap dan mendapatkan hukuman mati. Surat-surat tersebut ialah catatan masa lalu yang hendak ia diceritakannya pada Kisha hingga sampai masa eksekusi kematiannya.

Begitulah kisah yang terjalin dalam surat Ramu. Tak hanya  sekadar romantisme antara Ramu yang masih mencintai Kisha, namun juga ada keindahan alam tempat tinggal mereka. Juga ada kritikan-kritikan terhadap negeri tercinta, terutama masalah korupsi yang banyak menyengsarakan rakyat. Kelakuan yang seharusnya tak dilakukan oleh pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Novel yang banyak memuat amanat yang layak kita apresiasi.

cover surat cinta untuk kisha
Oleh: Muhammad Rasyid Ridho (Alumni Ponpes Al-Ishlah, Bondowoso, Jawa Timur)
dimuat di Eramadina.com http://eramadina.com/surat-cinta-terakhir-teroris/

(25-Resensi Buku 2013-Berita99.com 10 Juni 2013) Kisah Mereka Yang Overdosis Cinta

Judul                         : Loverdosis
Penulis                      : Danessi Moore
Penerbit                    : Ping!!! (Diva Press)
Tahun Terbit              : April, 2013
Jumlah Halaman        : 163 halaman
ISBN                           :  978-602-255-068-6
Peresensi                   : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota  Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.

Demam boyband dan girlband membuat siswa dan siswi di Lovasco High School juga ingin membuat boyband. Candle Boys adalah boyband terkenal di sekolah tersebut, yang digawangi oleh Syam Alfredo, Ken, Victor, Bruno, Jayden, serta si kembar Biko dan Biki. Mereka selalu membuat histeris siswi-siswi di sekolah tersebut.

Namun, kematian Syam, personel yang paling banyak fansnya membuat mereka kecewa. Termasuk salah dua dari personel persahabatan Firefly Girls, Cinmy dan Kania. Salah satu dari mereka Kyukyu tidak termasuk. Usut punya usut ternyata bunuh diri oleh Syam karena pacarnya selingkuh dengan salah satu rekannya di Candle Boys, Ken. Kekecewaannya terhadap pengkhianatan sahabatnya sendiri dan orang yang dicintainya membuatnya untuk nekad bunuh diri, itulah salah satu yang disebut oleh Loverdosis.

Kyukyu tokoh utama dalam novel ini memang tidak terlalu tertarik dengan hingar bingar pesona boyband yang banyak membuat siswi-siswi seumurannya mati kutu.  Dia lebih tertarik dengan melestarikan budaya. Menari Jawa plus dagelannya. Dia merasa harus ada di antara sekian banyak generasi yang sudah lebih banyak menyukai budaya luar, yang melestarikan budaya dalam negeri. Dia ingin menjadi salah satu yang melestarikan tersebut.

Kematian Syam ternyata membawa banyak perubahan bagi Cinmy  yang mungkin cinta mati, atau seperti yang disebut oleh Kyukyu adalah loverdosis, plesetan dari over dosis cinta. Bahkan sampai-sampai Syam hadir di mimpi Cinmy hampir setiap malam. Syam mengatakan kalau arwahnya masuk ke kucing kesayangan Syam yang ada di rumahnya. Syam meminta Cinmy untuk menjaganya.
Akhirnya, Cinmy mengajak Kyukyu untuk mengambil kucing kesayangan Syam tersebut. Dan mereka pun mendapatkan kucing tersebut. Namun, setelah itu Cinmy nggak pernah masuk sekolah. Hal ini membuat Firefly Girl kekurangan personelnya yang biasa membuat keramaian di antara mereka.

Sekolah pun ramai dengan datangnya artis baru yang akan menjadi personel baru Candle Boys pengganti Syam, Judit. Judit adalah teman kecil Kyukyu. Sama seperti Kyukyu dia juga suka melukis. Sejak kecil mereka sudah merasakan yang namanya cinta di antara keduanya. Ternyata sampai saat itu mereka pun masih saling cinta, namun Kyukyu masih tak mau mengungkapkan dan ia merasa belum siap dengan konskuensi cinta.

Namun, Judit tetap memaksa dan melakukan hal yang konyol yaitu bernyanyi malam-malam di depan rumah Cinmy ketika Kyukyu dan Kania menjenguk Cinmy. Ia menyanyikan lagu cinta khusus untuk Kyukyu. Namun, bukannya Kyukyu tersipu dan menerima Judit, tetapi malah menyiram Judit dengan air dan menyuruhnya pulang. Ini juga yang mungkin oleh Kyukyu disebut loverdosis.
Cinmy semakin sakit karena kehilangan kucing milik Syam. Bukan hanya itu, ternyata dia juga mengidap kanker otak. Singkat cerita dia meninggal akibat sakit parah yang dideritanya tersebut. Firefly Girl sedih kehilangan salah satu personelnya. Padahal mereka  berencana membuat girlband untuk menyaingi Young Girls. Namun, sampai saat itu mereka tidak terealisasikan karena kehilangan salah satu sahabatnya, Cinmy.

Begitulah, memang segala sesuatu di dunia ini tidaklah boleh berlebihan, termasuk cinta. Kiranya hal ini menjadi amanat dalam novel 163 halaman ini. Ada satu quote menarik dalam novel ini yang mungkin bermanfaat bagi pembaca, “Jangan terlalu berlebihan mencintai seseorang. Sesuatu yang berlebihan itu buruk. Segalanya bukan milik kita, semua hanya titipan. Tapi, bersungguh-sungguhlah menjaga titipan-Nya.” (halaman 157). Selamat membaca!

Karya-karya lainnya berupa cerpen, artikel, resensi, dan puisi juga dimuat di beberapa media offline maupun online, antara lain di Kompas, Jawa Pos, Koran Jakarta, Radar Surabaya, Malang Post, Republika, Harian Surya, Metro Riau, Majalah Matan,  Majalah Gizone, Majalah Sabili, Koran Kampus UMM Bestari, Kompas.com Okezone.com, Annida online, Eramuslim.com, Analisisnews.com, Dakwatuna.com, Fimadani.com, Rimanews.com, Wawasanews.com, Wasathon.com, Radarseni.com, nusumenep.or.id, berita99.com, eramadina.com,  Minimagz Gen_M2.
*dimuat di berita99.com http://www.berita99.com/review/8152/kisah-mereka-yang-overdosis-cinta

cover loverdosis

(24-Resensi Buku 2013-nusumenep.or.id 9 Juni 2013) Mengenal Pemimpin Punakawan Lebih Dekat

Judul: Semar & Kentut Kesayangannya Penulis: Deny Hermawan Penerbit: Diva Press Tahun Terbit: Januari, 2013 Jumlah Halaman: 190 halaman ISBN: 978-602-7641-82-2 Peresensi: Muhammad Rasyid Ridho
Jawa adalah salah satu etnis terbesar di Indonesia. Banyak peninggalan sejarah masa lalunya bisa kita temukan. Begitu pula dengan budayanya yang –tidak semua orang- bagi sebagian orang dilestarikan. Khususnya, mereka yang sudah tua. Namun, generasi muda kebanyakan sudah enggan walau hanya mengenal saja.

Maka, buku ini hadir untuk mengenalkan lebih dekat salah satu ikon sangat terkenal dalam sejarah Jawa, Semar namanya. Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal asli nusantara. Tidak akan ditemukan di dalam buku asli Mahabharata dan Ramayana. Statusnya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Krishna-dalam kisah Mahabharata- yang merupakan awatara Wisnu. Jika dalam versi asli Bharatayuda penasehat pihak pandawa hanya Krishna seorang, maka dalam pewayangan jumlahnya ditambah menjadi dua, yakni Semar (halaman 11).

Dalam pewayangan Semar sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Anak asuh Semar akan selalu mendapatkan kemenangan dari anak asuh Togog. Ini adalah simbol. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Yang apabila pemerintah dalam hal ini para kesatria anak asuh semar mendengarkan suara rakyat kecil bagaikan suara tuhan, maka Negara yang dipimpinnya akan unggul dan sentosa.

Semar dan Togog adalah kakak adik yang rakus ingin menjadi penguasa di bumi. Kemudian keduanya bertaruh jika bisa memakan gunung maka dia akan menjadi penguasa di bumi. Semar memakan gunung semuanya hingga tidak bisa mengeluarkan lagi. Maka, jadilah tubuhnya begitu. Sedangkan Togog, makan sedikit demi sedikit dan hasilnya dia menjadi raksasa.

Secara fisik semar memiliki kekhasan yang unik dan memiliki makna simbolisasi dualisme yang ada di dunia. Bulat tubuhnya simbol dari bumi tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya. Senyum dan sembab mata semar merupakan simbol suka dan duka yang ada di dunia ini. Semar terlihat tua tapi gaya rambutnya kuncung seperti anak kecil, ini sebagai simbol tua dan muda. Berkelamin laki-laki tetapi memiliki payudara, yang merupakan simbol maskulinitas dan feminitas. Semar juga digambarkan sebagai penjelmaan dewa, namun hidup sebagai rakyat jelata. Ia juga berdiri sekaligus jongkok, merupakan simbol manunggalnya bawahan dan atasan, manunggalnya yang profane dan sakral, manunggaling kawula lan gusti (halaman 14).

Dalam pewayangan, penasehat spiritual sekaligus teman bercengkrama yang menghibur, begitulah tugas punakawan. Semar adalah orang nomor satu di Punakawan. Biasa juga disebut Begawan Ismaya atau Hyang Ismaya. Pembawaannya tenang, sederhana, rendah hati, tulus dan tidak munafik. Sosok Semar kemungkinan awalnya hanya manusia biasa, namun dalam perjalanan pewayangan mendapatkan pengembangan baik sebagai awatara dalam hindu ataupun Nabi utusan Tuhan dalam agama-agama samawi. Badranaya adalah nama lainnya di dalam tradisi Jawa yang berarti bebadradengan arti membangun sarana dari dasar dan naya/nayaka berarti utusan. Jika digabungkan Semar adalah utusan Tuhan demi kesejahteraan manusia.

Bagi masyarakat kejawen Semar dihormati dan dipercaya sebagai sosok spiritual pelindung yang memberi berkah dan keselamatan bagi pemujanya. Semar juga dipercaya menitis menjadi Ki Sabdo Palon, yang konon adalah penasihat spiritual raja Majapahit di era keruntuhannya (halaman 17).
Saking beraneka ragam versi Semar di nusantara, maka hampir setiap daerah Semar dan Punakawan bisa dikatakan berbeda antara satu dengan lainnya. Misal di Jawa Tengah, Semar selalu disertai anak-anaknya. Yaitu Gareng (Sulung), Petruk (tengah), dan Bagong (bungsu). Dalam pewayangan Sunda anak-anak Semar yang sering ditampilkan dalam wayang golek adalah Cepot (sulung), Dawala (tengah), Gareng (bungsu). Di Jawa Timur, Semar hanya memiliki satu anak saja yakni Bagong dan Bagong memiliki anak yang bernama Besut. Sedangkan, di Cirebon, Semar disebut memiliki delapan anak. Yaitu, Gareng, Duwala, Bagong, Curis, Bitarota, Ceblok, Cungkring, dan Bagol Buntung.

Deny Hermawan sebagai penulis buku ini tidak saja menyajikan sejarah asal-usul Semar beserta bagaimana Semar dikenal di kawasan Nusantara. Penulis juga memberikan situs-situs sejarah yang konon peninggalan Semar. Salah satunya Gua Semar di Dieng, Jawa Tengah. Presiden ke 2 RI, Soeharto sempat menjalan ritual dari tempat ke tempat lain, termasuk Gua Semar yang terakhir. Konon, di tempat tersebut Soeharto mendapatkan wangsit untuk menjadi Presiden.

cover diambil dari rimanews.com
Begitulah buku yang berisi 190 halaman ini hadir di tengah-tengah kita, untuk mengenalkan salah satu budaya asli Indonesia, terutama Semar. Walau tidak mempercayai paling tidak kita bisa memahami sejarah bagaimana nusantara dahulu kala. Dari itu kita bisa belajar, agar Negeri ini semakin baik ke depannya dengan nilai-nilai yang luhur. Serta menjadi lebih menjaga budaya dan sejarah yang dimiliki, sebelum budaya yang dimiliki direbut orang lain.

Muhammad Rasyid Ridho, Alumni Pondok Pesantren Al-Ishlah Bondowoso. Penulis Tinggal di Malang.

*dimuat di  nusumenep.or.id  9 Juni 2013 http://nusumenep.or.id/mengenal-pemimpin-punakawan-lebih-dekat/

Rabu, 05 Juni 2013

(22-Resensi Buku 2013-Rimanews..com 2 Juni 2013) Fenomena Facebook Sebagai Tuhan Tanpa Sadar

Judul buku ini cukup kontroversial. Facebook sebagai tuhan? Ah, masak ada mungkin begitu fikir kita. Mari nikmati penjabaran ini. Dalam sajian pengawalnya Nurudin penulis buku ini mengemukakan. Kita akan mudah mendapatkan orang membuat status facebook, ngetweet, dan mengupload foto-foto yang dianggapnya keren dalam akun-akun jejaring sosial yang dimilikinya. Mereka menganggap semua itu adalah eksistensi dirinya. Menurut Erik Qualman, orang yang berperilaku demikian disebut dengan braggadocian behavior (braggart berarti pembual atau penyombong) (hal iii).

Bukan tanpa dasar pula Nurudin menyebut facebook sebagai tuhan baru. Dalam realitasnya Tuhan dalam arti monoteisme adalah tempat bergantung manusia. Dialah sesembahan dan tujuan akhir manusia untuk mencari tujuan hidup. Tuhan akan dijadikan sebagai sebab utama (causa prima). Inilah sebagai tempat bergantung manusia.

Jika ada sebagian manusia yang menjadikan nafsu sebagai perilaku sehari-harinya, maka bisa dikatakan dia menjadikan nafsu sebagai tuhannya. Ada pula manusia yang menjadikan uang sebagai tuhan. Ketika manusia selalu mengukur sesuatu dengan uang, semua hidupnya hanya berorientasi uang (halaman 167).

Nah, hubungan Facebook sebagai tuhan baru yakni ketika manusia itu sangat tergantung dengan facebook. Coba kita perhatikan, bagi orang yang sudah tergantung dengan facebook, maka yang pertama kali yang dia ingat ketika bangun tidur adalah facebook. Terlebih lagi mereka akan tidak tahan ketika seharian saja tidak membuka facebook, bahkan sejam saja tidak membuka facebook mungkin akan pusing sendiri melebihi pusingnya dengan masalah kehidupannya yang lain (168-169).

Yang akan menguatkan perkataan Nurudin yakni kita mudah pula menemukan fenomena facebook menjadi tempat berkeluh apapun itu. Saat sakit, saat capek, sampai saat diputus pacar dan juga berdoa kepada tuhan melalui facebook. Nah, tak ubahnya ini dengan penghambaan kepada facebook bukan? Apakah tuhan akan mendengar doa melalui facebook? Sewajarnya tak perlu doa itu dipamerkan atau melalui status di facebook. Bukannya doa akan terkabul namun malah menjadi syirik karena telah menanggap facebook sebagai tuhan (halaman 170).

Pembahasan tentang tuhan baru sebenarnya hanyalah satu tulisan dalam buku ini. Buku ini memang buku yang berisi kumpulan tulisan Nurudin yang pernah dimuat di media massa atau hanya dia post di blog pribadinya. Karena memang Nurudin adalah Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Malang. Maka, tulisan-tulisannya dalam buku ini banyak yang bersangkut-paut dengan media massa.

Kumpulan tulisan dalam buku ini terbagi dalam 5 bagian. Sayangnya ada kesalahan dalam pengantar penulis (v), dalam pengantar tertulis terdiri dari 3 bagian saja, padahal yang benar terdiri dari 5 bagian. Bagian pertama membahas tentang hidup dengan tetangga bernama media massa. Bagian ini membahas antara lain tentang kampanye pemilihan Presiden di televisi, tentang opini publik tentang perseteruan Cicak vs Buaya, Second Reality media massa pun dibahas dalam bagian ini. Inti pembahasan ini, saat ini kehidupan kita bertetangga dengan media massa, maka mau tak mau hidup kita akan bersinggungan dengan namanya media.

Bagian kedua membahas pergeseran media massa. Bagian ini akan dikemukakan bagaimana seharusnya media massa ini membuat keharmonisan di masyarakat, tetapi kenyataannya justru menjadi pemecah dan memperlebar masalah. Media massa yang harusnya mencerdaskan malah menjadi sumber kebodohan dan pengikis sikap kritis masyarakat. Contohnya, kiprah televisi dalam meruntuhkan budaya baca (halaman 67).

Bagian ketiga membahas yang menjadi judul di atas, media sosial dan munculnya revolusi komunikasi. Seperti pembahasan di atas di dalamnya berisi tentang ketika media sosial menjadi tuhan dan juga media sosial sebagai sarana kemenangan revolusi di Timur Tengah (halaman 182).

Bagian keempat membahas tentang media massa dan kepentingan yang mengitarinya. Tentu saja media Indonesia yang saat ini dalam keadaan bebas kebablasan, pasti adanya sarat dengan kepentingan. Entah kepentingan pemerintah atau kepentingan politik pengusaha yang memilikinya. Ini akan lebih terlihat ketika menjelang pemilu contohnya, media massa terutama televisi akan jadi lahan kepentingan (halaman 109).

Bagian kelima sekaligus terakhir membahas tentang media massa yang ideal saat ini yang ternyata omong kosong. Di dalamnya berisi tulisan antara lain tentang propaganda media massa Amerika dan memberikan social punishment terhadap televisi dengan menekan tombol off ketika yang ditayangkan tidak bermutu dan tidak memberikan manfaat kecuali kebodohan (halaman 225).

Ada kata yang terlewat oleh editor buku ini padahal terdapat di awal (pengantar penulis) terdapat kata “kemundulan” yang seharusnya “kemunduran.” Terlepas dari kesalahan yang beberapa saya sebutkan di atas, buku ini tetap layak Anda baca. Guna memperluas pengetahuan dan memiliki pemahaman tentang media literasi. Karena dalam buku ini Nurudin tak hanya mengkritik namun memberikan solusi dalam tiap kritikannya dengan bijak.

Judul : Tuhan Baru Masyarakat Cyber di Era Digital

Penulis : Nurudin

Penerbit : Aditya Media Publishing

Tahun Terbit : PertamaNovember, 2012

Jumlah Halaman : 238 halaman

ISBN : 978-602-9461-40-4

Peresensi : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
*dimuat di Rimanews.com 2 Juni 2013, http://www.rimanews.com/read/20130602/105121/fenomena-facebook-sebagai-tuhan-tanpa-sadar
cover tuhan baru

Rabu, 29 Mei 2013

(18-Resensi Buku 2013-Majalah Matan April 2013) Buku Autokritik Untuk Paham Mazhab Hanbali

Judul                            : Pilih Islam atau Mazhab?
Penulis                          : Hasan bin Farhan Al-Maliki
Penerbit                       : Noura Books
Tahun Terbit                : Pertama, Januari 2013
Jumlah Halaman          : 368 halaman
ISBN                           :  978-602-7816-00-8
Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota  Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
            Kemunduran peradaban dan kemunduran kekuatan umat Muslim saat ini tak bisa kita mengelaknya. Sangat jarang sekali di antara sebagai pemeluk Islam mencari permasalahan sekaligus solusi apa yang mesti kita lakukan demi mengembalikan kejayaan Islam seperti dulu. Dari yang jarang tersebut bisa kita temukan dari Hasan bin Farhan Al-Maliki. Seorang yang mengaku bermazhab Hanbali menulis buku yang berjudul asli Qira’ah fi kutub al-‘Aqa’id al-Madzhab al-Hanbali Namudzajan.
            Dalam terjemahannya buku ini berjudul, Pilih Islam atau Mazhab. Buku ini berpijak pada ayat yang berbunyi begini, “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka itu menjadi (terpecah) berkelompok-kelompok, sedikit pun itu bukanlah tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka. Akan tetapi, urusan mereka (terserah) kepada Allah. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan,” (QS Al-An’am (6): 159). Selain ayat ini ada dua ayat lain di QS Al-Nisa’ (4): 135  dan di QS Al-Ma’idah (5): 8 (halaman vii).
            Inti dari ayat itu kesemuanya adalah persatuan Islam dan memang apa yang diinginkan penulis bermazhab Hanbali adalah ukhuwah Islamiyah yang sudah sulit ditemukan. Karena seringkali kita temukan, sama-sama pemeluk Islam dan hanya berbeda mazhab saja sudah saling menghujat, saling membid’ahkan, bahkan saling mengkafirkan.
            Dalam buku ini penulis fokus pada satu mazhab untuk dikritik, lebih tepatnya autokritik. Yakni mazhab yang diakui diikutinya, Mazhab Hanbali yang menurutnya perlu kritikan yang membangun, karena Imam Ahmad sandaran Mazhab Hanbali tidaklah ma’shum. Bisa saja berbuat dan mengatakan kesalahan.
            Pada pendahuluan buku ini pembaca akan disuguhi dengan berbagai macam pemikiran yang menurut penulis harus diketahui umat. Salah satu permasalahan umat hingga pecah belah ini adalah masalah kerancuan istilah dan definisi. Termasuk di dalamnya adalah definisi akidah yang sebenarnya tak ada dalam Islam (Al-Qur’an dan Hadits). Sebenarnya, kata akidah itu cukup dengan kata iman, yang sejak zaman awal Islam telah dikenal tidak seperti aqidah yang baru ada di zaman ulama belakangan. Tersebab kitab akidah saling berseteru itulah maka mundurlah Islam, termasuk ketika jatuhnya Bagdad dan terjajahnya negeri Syam dan Palestina di tangan Kaum Salib (halaman 37).
            Pada dasarnya semua imam mazhab melarang pengikutnya bertaklid padanya, termasuk Imam Ahmad bin Hanbali ketika datang seseorang yang bertaklid padanya dan menyatakan pendapatnya berbeda dengan Ibn Al-Mubarak. Imam Ahmad berpesan padanya, “Sungguh, Ibn Al-Mubarak itu bukan orang yang turun dari langit, tetapi kita diperintahkan untuk menggali ilmu yang datang dari langit.” Imam Ahmad juga berkata, “Janganlah kalian mengikuti pendapatku, jangan pula mengikuti pendapat Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Al-Tsauri! Galilah dari sumber mana mereka mengambil ilmu.” (halaman 4)
            Bab kedua buku ini berusaha melacak asal-usul perselisihan akidah yang menyebabkan umat mundur. Pada intinya semuanya adalah pertikaian politik. Bisa kita lihat ketika zaman kekhalifahan Bani Umayah banyak ulama dekat dengan pemerintahan. Akibatnya, ulama menjadi alat untuk membubuhi sikap taklid dan membenci pada selain mazhabnya. Umayah yang sejak awal memang membenci Ali dan keluarganya, akhirnya meminta ulama untuk mengatakan syiah itu sesat. Padahal, tidak semua syi’ah ekstrem. Maka ketika kekhalifahan Syiah naik, keberadaan Bani Umayah terancam karena syi’ah balas dendam, tentunya itu syiah ekstrem.
            Pada bab terakhir yang paling panjang adalah kritik terhadap Akidah Mazhab Hanbali. Menurut penulis yang bermazhab Hanbali ini kitab Akidah Mazhab Hanbali tidak luput dari kesalahan. Termasuk pengafiran dan tuduhan bid’ah terhadap Imam Abu Hanifah. Namun, penulis masih meragukan hal itu dilontarkan oleh Imam Ahmad (halaman 205). Karena bisa jadi kitab As-Sunnah itu diubah ketika beliau wafat demi kepentingan politik Bani Umayah.
            Selain itu dalam kitab Akidah mazhab Hanbali juga terdapat pemalsuan hadis dan sikap tajsim dan tasybih. Ada sebuah riwayat dalam sebuah kitab As-Sunnah (1/293) yang berbunyi, “Ketika Allah Swt. berfirman kepada Musa a.s., Dia memakai jubah bulu domba, tutup kepala dari bulu domba, dan sandal dari kulit keledai yang masih kasar.” Padahal hadis ini tidak sesuai syariat dan hadis sahih lainnya juga merendahkan Zat Ilahiah (halaman 241). Selain itu masih banyak hadis palsu dan kejanggalan dalam kitab Akidah mazhab Hanbali. Namun, perlu diketahui pula hampir semua kitab akidah dari mazhab apapun memuat kejanggalan dan kesalahan.
            Sebagai autokritik, buku ini secara khusus memang sangat bagus dibaca oleh pengikut mazhab Hanbali dan secara umum untuk semua mazhab umat Islam agar memahami semua imam mazhab mereka bisa saja salah dan kita bisa rendah hati menerima kebenaran dari mazhab lain serta menghindari sikap taklid dan meninggalkan perdebatan furu’. Semua itu bertujuan untuk bersatunya Islam dan menyongsong kehidupan yang lebih baik di masa depan.

            Maka benar endorsement buku ini yang ditulis oleh Abdul Mu’ti (Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah), “Buku ini memberikan perspektif yang luas mengenai akar-akar perbedaan pendapat dan mazhab di dalam Islam. Mengajak pembaca untuk menyikapi perbedaan mazhab secara arif, lapang dada, dan dewasa serta lebih mengutamakan Islam di atas fanatisme mazhab dan primordialisme golongan.”

*naskah sebelum diedit oleh redaksi

halaman dimuat di  Majalah Matan

(21-Resensi Buku 2013-Wasathon.com 28 Mei 2013) Dahsyatnya Doa Seorang Perempuan

Judul                            : Tolonglah Hamba-Mu Ini…
Penulis                          : Sides Sudyarto Ds
Penerbit                       : Diva Press
Tahun Terbit                : Maret, 2013
Jumlah Halaman          : 228 halaman
ISBN                           :  978-602-7640-48-1
Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota  Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
            Jodoh adalah salah satu misteri dalam kehidupan. Tak ada satupun manusia di dunia ini yang mampu meramal siapa jodohnya. Karena semua itu sudah ditetapkan dalam lauhul mahfuz, tersimpan rapi siapakah yang akan menjadi jodoh kita kelak. Walau begitu, tugas manusia tetap adalah berusaha, mencari siapa yang akan dia nikahi kelak. Sesuai dengan kecocokan yang dia rasakan.
            Arief Wicaksana adalah anak desa yang miskin. Namun, dengan segala tekadnya yang kuat dia bisa menembus berbagai macam ‘kejamnya’ Ibukota, Jakarta. Dia telah menyelesaikan sarjananya sastranya dengan hasil sebagai mahasiswa dengan predikat terbaik. Walau tanpa orang yang disayanginya, Ibu, Bapak juga Itoh panggilan dari Masyitoh kekasih yang telah menunggunya selama lima tahun. Wisuda tetap berkesan karena banyak kado dari mereka yang juga telah diwisuda yang banyak dibantu oleh Arief (halaman 32).
            Semua itu karena Sasmita (Sastra Kami, Sastra Kita) sebuah kelompok belajar yang dia gagas. Dia banyak kenal orang di sana yang tanpa payah dan bosan dia bombing ketika mengalami kesulitan. Mereka diantaranya, Eka Sari Estika anak gadis pengusaha batik di Purwodiningratan, Nyoman Puruhita anak seorang pengusaha kaya di Singaraja, dan Simangunsong anak seorang perwira di Medan.
            Karena keluwesan dan wawasannya yang luas, baru saja lulus kuliah di sudah mendapatkan pekerjaan. Bapak Nyoman Puruhita yang ingin membuat sebuah media massa (koran) menjadikan Arief konsultan, begitu pula bapak Simangunsong ingin memberi manfaat kepada masyarakat dengan membuat Universitas juga menjadikan Arief konsultan, dan Eka Sari Estika yang memulai bisnis batiknya juga menjadikan Arief sebagai konsultan. Sungguh beruntung Arief memang, ditengah kegalauan sarjana akan berkerja di mana namun Arief tanpa mencari pun sudah mendapatkannya.
            Sebenarnya pula dia ingin melanjutkan studinya. Namun, karena Itoh telah lama menunggunya dia ingin segera melamar dan menikahinya. Begitu pula bekerja akan semakin memudahkannya untuk membiayai orang tuanya menuju tanah suci. Namun, sayang rencana hanya rencana sampai saat ini masih ada masalah yang belum bisa diselesaikan terkait hubungannya dengan Itoh.
            Ibu Itoh suka lelaki yang pandai serta reliji sedangkan Bapaknya ingin orang yang kaya. Perbedaan ini seringkali menjadi masalah bagi Itoh. Karena Itoh lama tinggal di pesantren bersama neneknya sebagai pemimpin, perdebatan yang seringkali Ibu Itoh mengalah itu tidak diketahuinya.
            Bapaknya telah menyiapkan seorang lelaki bernama Muhammad Arifullah untuk menikahi Itoh. Namun, karena Itoh sudah sreg dengan Arief dia rasa cukup Arief dengan Arief saja yang dia lanjutkan. Ayahnya yang juga belum mengenal Arief dekat selalu menolak dan ingin Arifullah saja.
            Sedikit hati bapaknya terbuka ketika Ibu Itoh sakit dan Arief berusaha agar pihak rumah sakit mau menangani yang awalnya enggan menangani karena dianggap tak bisa membayar biayanya kelak. Namun, walau begitu tetap saja Bapak Itoh masih membawa Arifullah untuk dikenalkan kepada Itoh. Arief sendiri tetap dengan tekadnya, dia tidak akan meninggalkan meninggalkan Itoh dan berkhianat, lebih baik dia ditinggalkan dan dikhianati. Jika memang begitu akhirnya dia bisa saja akan memilih Eka Sari untuk menjadi pendamping hidupnya.
            Singkat cerita, Itoh diusir dari pesantren oleh Bapaknya karena tidak mau mendengar kata bapaknya untuk menikah dengan Arifullah. Itoh pergi ke rumah Arief dan tinggal di sana. Sembari membantu kebutuhan hidup orang tua Arief dan membantu pembangunan pesantren putri yang dia dan Arief gagas untuk didirikan di daerah Arief. Berkat doanya, semuanya berjalan lancar, termasuk pekerjaan Arief pun lancar.
            Novel ini tak hanya menyajikan romantisme perjuangan dua anak manusia yang saling mencintai. Namun, juga memberikan banyak pengetahuan tentang membaca dekat, cara menjadi mahasiswa terbaik, pengetahuan agama dan filsafat serta dahsyatnya doa seorang perempuan. Buku ini sangat menginspirasi dan layak Anda baca!


cover Tolonglah Hamba-Mu Ini..

(20-Resensi Buku 2013-Tribun Jogja April 2013) Hidup Semanis Buah Blackberry

cover blackberry
Judul                            : As Sweet as Blackberry
Penulis                          : Sienta Sasyika Novel
Penerbit                       : de Teens (Diva Press)
Tahun Terbit                : Maret, 2013
Jumlah Halaman          : 272 halaman
ISBN                           :  978-602-7723-36-8
Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota  Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
            Hidup memang penuh dengan misteri, yang terkadang berisi keburukan dan ketidakbaikan seringkali kita anggap adalah kepahitan hidup. Padahal, tidak bisa segitu mudahnya untuk menjudge bahwa hidup ini begini dan begitu. Karena Tuhan menghidupkan kita bukan untuk kesia-siaan. Kita hidup selalu dalam pemanis buatan Tuhan. Layaknya manis buah blackberry.
            Sienta Azadirachta. Anak keluarga yang cukup kaya. Suka sekali dengan hal yang berbau anime. Sampai dandanannya seringkali meniru tokoh-tokoh anime yang dia suka, salah satunya tokoh Misa yang gotik di Death Note.  Punya kakak yang bernama Rama yang kini kuliah di kedokteran. Selain itu dia juga suka dengan Novel Blackberry.
            Sienta cukup takut dengan cerita-cerita horror, terutama karena seringkali sahabatnya Agnes bercerita padanya tentang film-film horror. Sampai akhirnya tidur di kamarnya saja dia takut. Karena pemandangan jendela di kamarnya hanya bisa memandang sebuah rumah persis samping rumahnya yang telah lama ditinggal penghuninya. Seram kata Sienta yang akhirnya seringkali meminta tukar kamar dengan Rama.
            Ketakutan Sienta mulai Sirna, ketika tahu bahwa rumah tetangga itu akan berpenghuni. Teman Papanya yang tinggal di Jakarta akan pindah ke rumah yang mengerikan tersebut. Riang bukan kepalang Sienta. Bahkan tahu kalau teman Papanya itu punya anak lelaki seumuran dia, dia semakin membayangkan bahwa itu sangat menyenangkan dan bisa saja mengakhiri masa jomblonya dengan berpacaran dengan anak teman Papanya.
            Namun, harapan baik ketika teman Papanya sudah menginjak di rumah seram tersebut tak terjadi. Sienta yang masih agak canggung sengaja sebelum masuk ke rumah tetangganya tersebut berkaca-kaca di mobil yang dia kira milik tetangga barunya itu. Sial, ketika dia mencoba memperbaiki penampilannya mobil itu digas oleh pengemudinya dan asap knalpot mengenainya. Rusak sudah penampilannya. Sienta mengambil batu, dengan marah yang sangat dia memlemparkan batu yang dia pegang ke mobil tersebut hingga sedikit penyok (halaman 38).
            Pemilik mobil yang bernama Bintang yang juga anak teman Papanya tersebut keluar. Cukup kaget Sienta dengan penampilan Bintang yang keren, cakep atletis nggak kalah dengan Rangga, cowok yang diam-diam Sienta sukai. Mereka bertengkar hebat namun sikap sok dan nggak mau kalahnya Bintang buat Sienta nggak suka. Sungguh awal perkenalan yang sangat tak nyaman.
            Namun semakin hari mereka semakin akrab dengan saling mengejek kejelekan masing-masing. Mereka berdua pun merasakan tanpa sadar, hal itu mempunyai kenyamanan tersendiri. Apatah lagi ketika Sienta melihat Rangga berciuman dengan Rissa, patah hati Sienta dan hancur harapnya sudah tak berkesudahan.
            Namun, ternyata Rissa hanya menjadikan Rangga sebagai alat untuk dimanfaatkannya. Rissa menyukai Bintang. Namun, Bintang tak suka karena di hatinya masih ada mantan pacarnya Sindy, artis muda yang mulai naik daun. Bahkan meskipun Bintang tahu Sindy sudah mempunyai tunangan.
            Untuk menghindari Rissa, Bintang meminta pertolongan Sienta untuk berpura-pura menjadi pacar Bintang. Walhasil, ketika mereka di depan Rissa, Sienta tanpa sengaja mengatakan bahkan mereka juga telah bertunangan. Dan karena itulah Bintang memberinya cincin agar dikira bahwa pertunangan mereka memang benar.
            Singkat cerita, Rangga diputus Rissa. Bintang seakan kembali pada Sindy yang tunangannya meninggal saat kecelakaan. Rangga mendekati Sienta yang dia tahu menyukainya sejak dulu. Namun, Rangga terlambat Sienta sudah mencintai orang lain, Bintang yang ternyata juga penulis novel yang sangat dia sukai, Blackberry. Dan berakhir Bintang mengucapkan kesungguhan cintanya kepada Sienta di depan banyak orang saat priemer film terbaru yang disutradarai oleh saudaranya dan dibintangi salah satunya oleh Rissa. Patah hati sangat Rissa. Acara berakhir dengan romantisme keduanya.

            Begitulah hidup. Tak selamanya ada pahit, dibalik itu semua pasti ada manis, itulah yang bisa kita ambil dari novel remaja ini. Buku ini cocok Anda baca sebagai teman penghabis waktu yang menghibur, sekaligus mengambil makna positif di dalamnya.

*dimuat di tribun jogja 5 Mei 2013 sebelum judul diganti redaksi.

halaman di tribun jogja