Selasa, 11 Juni 2013

(26-Resensi Buku 2013-Eramadina.com 11 Juni 2013) Surat Cinta Terakhir Teroris

Judul                          : Surat Cinta Untuk Kisha
Penulis                       : Bintang Berkisah
Penerbit                    : Diva Press
Tahun Terbit           : Januari, 2013
Jumlah Halaman   : 374 halaman
ISBN                           : 978-602-7640-55-9
Ramu dan Kisha adalah sahabat sejak kecil. Ramu merasakan rasa yang lebih dari sebuah persahabat terhadap Kisha. Ya, dia mencintai Kisha. Namun, semua itu dia pendam. Apatah lagi dia tahu Kisha disukai oleh orang lain dan Kisha pun menerima orang itu. Patah hati Ramu sejak itu, namun dia tetap sahabat setia bagi Kisha.

Perpisahan terjadi pada keduanya, karena Ramu harus pindah ke Gulama. Hal ini dikarenakan ayahnya menemukan pekerjaan yang lebih menjanjikan di sana. Inilah awal-awal surat Ramu pada Kisha tentang masa kecilnya, masa indah bersama Kisha yang tak terlupakan. Ada tujuh belas surat yang dia tulis untuk Kisha.

Di Gulama ayahnya mendapatkan pekerjaan yang gajinya lebih besar. Mereka dalam kecukupan dan mampu membeli rumah sendiri. Sambil dibantu juga dengan usaha sampingan ibunya yang menjual segala macam makanan di depan rumah mereka. Namun, sayang kepahitan terjadi ketika ternyata ayahnya ketahuan menjual bahan baku perusahaan secara gelap demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Bapaknya dipecat, limbunglah ekonomi keluarga. Dengan memahami kerja keras yang ayahnya lakukan, Ramu
tidak menyalahkan ayahnya sepenuhnya. Hingga suatu ketika ayahnya meninggal akibat kecelakaan.

Ramu menjadi tulang punggung keluarga. Ia makin makin giat bekerja.
Atas saran sang ibu, Ramu pun menikah. Dia memilih Sofia yang menjadi pendamping hidupnya. Sayangnya, ibunya meninggal terlebih dahulu sebelum cucunya lahir. Dalam waktu berdekatan anak Ramu pun menyusul neneknya ke haribaan Tuhan karena terkena demam berdarah. Sungguh, pahit hidup yang tak terelakkan.

Ditambah lagi setelah itu Sofia menceraikannya. Sedih dan pilu yang didapatinya. Segala macam ujian yang dia alami tersebut menjadi titik balik bagi Ramu. Untuk lebih mengenal Tuhannya. Lebih dekat lagi. Lebih banyak bersyukur dan ibadah kepadaNya. Sejak saat itu pola pikir dan sikapnya
berubah lebih religius. Bahwa semua yang ada di dunia haruslah hanya untukNya.

Sangat disayangkan, bukan karena ilmu agamanya yang masih sedikit dia menjadi ikut jaringan teroris. Justru itu karena rasa benci Ramu terhadap koruptor di negerinya yang semakin merajalela. Akhirnya, ia letakkan bom do sebuah pertemuan pejabat dalam dan luar negeri. Walhasil, meninggallah sebanyak 200 orang lebih (halaman 343).

Karena perbuatannya tersebut, dia ditangkap dan mendapatkan hukuman mati. Surat-surat tersebut ialah catatan masa lalu yang hendak ia diceritakannya pada Kisha hingga sampai masa eksekusi kematiannya.

Begitulah kisah yang terjalin dalam surat Ramu. Tak hanya  sekadar romantisme antara Ramu yang masih mencintai Kisha, namun juga ada keindahan alam tempat tinggal mereka. Juga ada kritikan-kritikan terhadap negeri tercinta, terutama masalah korupsi yang banyak menyengsarakan rakyat. Kelakuan yang seharusnya tak dilakukan oleh pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Novel yang banyak memuat amanat yang layak kita apresiasi.

cover surat cinta untuk kisha
Oleh: Muhammad Rasyid Ridho (Alumni Ponpes Al-Ishlah, Bondowoso, Jawa Timur)
dimuat di Eramadina.com http://eramadina.com/surat-cinta-terakhir-teroris/

(25-Resensi Buku 2013-Berita99.com 10 Juni 2013) Kisah Mereka Yang Overdosis Cinta

Judul                         : Loverdosis
Penulis                      : Danessi Moore
Penerbit                    : Ping!!! (Diva Press)
Tahun Terbit              : April, 2013
Jumlah Halaman        : 163 halaman
ISBN                           :  978-602-255-068-6
Peresensi                   : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota  Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.

Demam boyband dan girlband membuat siswa dan siswi di Lovasco High School juga ingin membuat boyband. Candle Boys adalah boyband terkenal di sekolah tersebut, yang digawangi oleh Syam Alfredo, Ken, Victor, Bruno, Jayden, serta si kembar Biko dan Biki. Mereka selalu membuat histeris siswi-siswi di sekolah tersebut.

Namun, kematian Syam, personel yang paling banyak fansnya membuat mereka kecewa. Termasuk salah dua dari personel persahabatan Firefly Girls, Cinmy dan Kania. Salah satu dari mereka Kyukyu tidak termasuk. Usut punya usut ternyata bunuh diri oleh Syam karena pacarnya selingkuh dengan salah satu rekannya di Candle Boys, Ken. Kekecewaannya terhadap pengkhianatan sahabatnya sendiri dan orang yang dicintainya membuatnya untuk nekad bunuh diri, itulah salah satu yang disebut oleh Loverdosis.

Kyukyu tokoh utama dalam novel ini memang tidak terlalu tertarik dengan hingar bingar pesona boyband yang banyak membuat siswi-siswi seumurannya mati kutu.  Dia lebih tertarik dengan melestarikan budaya. Menari Jawa plus dagelannya. Dia merasa harus ada di antara sekian banyak generasi yang sudah lebih banyak menyukai budaya luar, yang melestarikan budaya dalam negeri. Dia ingin menjadi salah satu yang melestarikan tersebut.

Kematian Syam ternyata membawa banyak perubahan bagi Cinmy  yang mungkin cinta mati, atau seperti yang disebut oleh Kyukyu adalah loverdosis, plesetan dari over dosis cinta. Bahkan sampai-sampai Syam hadir di mimpi Cinmy hampir setiap malam. Syam mengatakan kalau arwahnya masuk ke kucing kesayangan Syam yang ada di rumahnya. Syam meminta Cinmy untuk menjaganya.
Akhirnya, Cinmy mengajak Kyukyu untuk mengambil kucing kesayangan Syam tersebut. Dan mereka pun mendapatkan kucing tersebut. Namun, setelah itu Cinmy nggak pernah masuk sekolah. Hal ini membuat Firefly Girl kekurangan personelnya yang biasa membuat keramaian di antara mereka.

Sekolah pun ramai dengan datangnya artis baru yang akan menjadi personel baru Candle Boys pengganti Syam, Judit. Judit adalah teman kecil Kyukyu. Sama seperti Kyukyu dia juga suka melukis. Sejak kecil mereka sudah merasakan yang namanya cinta di antara keduanya. Ternyata sampai saat itu mereka pun masih saling cinta, namun Kyukyu masih tak mau mengungkapkan dan ia merasa belum siap dengan konskuensi cinta.

Namun, Judit tetap memaksa dan melakukan hal yang konyol yaitu bernyanyi malam-malam di depan rumah Cinmy ketika Kyukyu dan Kania menjenguk Cinmy. Ia menyanyikan lagu cinta khusus untuk Kyukyu. Namun, bukannya Kyukyu tersipu dan menerima Judit, tetapi malah menyiram Judit dengan air dan menyuruhnya pulang. Ini juga yang mungkin oleh Kyukyu disebut loverdosis.
Cinmy semakin sakit karena kehilangan kucing milik Syam. Bukan hanya itu, ternyata dia juga mengidap kanker otak. Singkat cerita dia meninggal akibat sakit parah yang dideritanya tersebut. Firefly Girl sedih kehilangan salah satu personelnya. Padahal mereka  berencana membuat girlband untuk menyaingi Young Girls. Namun, sampai saat itu mereka tidak terealisasikan karena kehilangan salah satu sahabatnya, Cinmy.

Begitulah, memang segala sesuatu di dunia ini tidaklah boleh berlebihan, termasuk cinta. Kiranya hal ini menjadi amanat dalam novel 163 halaman ini. Ada satu quote menarik dalam novel ini yang mungkin bermanfaat bagi pembaca, “Jangan terlalu berlebihan mencintai seseorang. Sesuatu yang berlebihan itu buruk. Segalanya bukan milik kita, semua hanya titipan. Tapi, bersungguh-sungguhlah menjaga titipan-Nya.” (halaman 157). Selamat membaca!

Karya-karya lainnya berupa cerpen, artikel, resensi, dan puisi juga dimuat di beberapa media offline maupun online, antara lain di Kompas, Jawa Pos, Koran Jakarta, Radar Surabaya, Malang Post, Republika, Harian Surya, Metro Riau, Majalah Matan,  Majalah Gizone, Majalah Sabili, Koran Kampus UMM Bestari, Kompas.com Okezone.com, Annida online, Eramuslim.com, Analisisnews.com, Dakwatuna.com, Fimadani.com, Rimanews.com, Wawasanews.com, Wasathon.com, Radarseni.com, nusumenep.or.id, berita99.com, eramadina.com,  Minimagz Gen_M2.
*dimuat di berita99.com http://www.berita99.com/review/8152/kisah-mereka-yang-overdosis-cinta

cover loverdosis

(24-Resensi Buku 2013-nusumenep.or.id 9 Juni 2013) Mengenal Pemimpin Punakawan Lebih Dekat

Judul: Semar & Kentut Kesayangannya Penulis: Deny Hermawan Penerbit: Diva Press Tahun Terbit: Januari, 2013 Jumlah Halaman: 190 halaman ISBN: 978-602-7641-82-2 Peresensi: Muhammad Rasyid Ridho
Jawa adalah salah satu etnis terbesar di Indonesia. Banyak peninggalan sejarah masa lalunya bisa kita temukan. Begitu pula dengan budayanya yang –tidak semua orang- bagi sebagian orang dilestarikan. Khususnya, mereka yang sudah tua. Namun, generasi muda kebanyakan sudah enggan walau hanya mengenal saja.

Maka, buku ini hadir untuk mengenalkan lebih dekat salah satu ikon sangat terkenal dalam sejarah Jawa, Semar namanya. Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal asli nusantara. Tidak akan ditemukan di dalam buku asli Mahabharata dan Ramayana. Statusnya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Krishna-dalam kisah Mahabharata- yang merupakan awatara Wisnu. Jika dalam versi asli Bharatayuda penasehat pihak pandawa hanya Krishna seorang, maka dalam pewayangan jumlahnya ditambah menjadi dua, yakni Semar (halaman 11).

Dalam pewayangan Semar sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Anak asuh Semar akan selalu mendapatkan kemenangan dari anak asuh Togog. Ini adalah simbol. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Yang apabila pemerintah dalam hal ini para kesatria anak asuh semar mendengarkan suara rakyat kecil bagaikan suara tuhan, maka Negara yang dipimpinnya akan unggul dan sentosa.

Semar dan Togog adalah kakak adik yang rakus ingin menjadi penguasa di bumi. Kemudian keduanya bertaruh jika bisa memakan gunung maka dia akan menjadi penguasa di bumi. Semar memakan gunung semuanya hingga tidak bisa mengeluarkan lagi. Maka, jadilah tubuhnya begitu. Sedangkan Togog, makan sedikit demi sedikit dan hasilnya dia menjadi raksasa.

Secara fisik semar memiliki kekhasan yang unik dan memiliki makna simbolisasi dualisme yang ada di dunia. Bulat tubuhnya simbol dari bumi tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya. Senyum dan sembab mata semar merupakan simbol suka dan duka yang ada di dunia ini. Semar terlihat tua tapi gaya rambutnya kuncung seperti anak kecil, ini sebagai simbol tua dan muda. Berkelamin laki-laki tetapi memiliki payudara, yang merupakan simbol maskulinitas dan feminitas. Semar juga digambarkan sebagai penjelmaan dewa, namun hidup sebagai rakyat jelata. Ia juga berdiri sekaligus jongkok, merupakan simbol manunggalnya bawahan dan atasan, manunggalnya yang profane dan sakral, manunggaling kawula lan gusti (halaman 14).

Dalam pewayangan, penasehat spiritual sekaligus teman bercengkrama yang menghibur, begitulah tugas punakawan. Semar adalah orang nomor satu di Punakawan. Biasa juga disebut Begawan Ismaya atau Hyang Ismaya. Pembawaannya tenang, sederhana, rendah hati, tulus dan tidak munafik. Sosok Semar kemungkinan awalnya hanya manusia biasa, namun dalam perjalanan pewayangan mendapatkan pengembangan baik sebagai awatara dalam hindu ataupun Nabi utusan Tuhan dalam agama-agama samawi. Badranaya adalah nama lainnya di dalam tradisi Jawa yang berarti bebadradengan arti membangun sarana dari dasar dan naya/nayaka berarti utusan. Jika digabungkan Semar adalah utusan Tuhan demi kesejahteraan manusia.

Bagi masyarakat kejawen Semar dihormati dan dipercaya sebagai sosok spiritual pelindung yang memberi berkah dan keselamatan bagi pemujanya. Semar juga dipercaya menitis menjadi Ki Sabdo Palon, yang konon adalah penasihat spiritual raja Majapahit di era keruntuhannya (halaman 17).
Saking beraneka ragam versi Semar di nusantara, maka hampir setiap daerah Semar dan Punakawan bisa dikatakan berbeda antara satu dengan lainnya. Misal di Jawa Tengah, Semar selalu disertai anak-anaknya. Yaitu Gareng (Sulung), Petruk (tengah), dan Bagong (bungsu). Dalam pewayangan Sunda anak-anak Semar yang sering ditampilkan dalam wayang golek adalah Cepot (sulung), Dawala (tengah), Gareng (bungsu). Di Jawa Timur, Semar hanya memiliki satu anak saja yakni Bagong dan Bagong memiliki anak yang bernama Besut. Sedangkan, di Cirebon, Semar disebut memiliki delapan anak. Yaitu, Gareng, Duwala, Bagong, Curis, Bitarota, Ceblok, Cungkring, dan Bagol Buntung.

Deny Hermawan sebagai penulis buku ini tidak saja menyajikan sejarah asal-usul Semar beserta bagaimana Semar dikenal di kawasan Nusantara. Penulis juga memberikan situs-situs sejarah yang konon peninggalan Semar. Salah satunya Gua Semar di Dieng, Jawa Tengah. Presiden ke 2 RI, Soeharto sempat menjalan ritual dari tempat ke tempat lain, termasuk Gua Semar yang terakhir. Konon, di tempat tersebut Soeharto mendapatkan wangsit untuk menjadi Presiden.

cover diambil dari rimanews.com
Begitulah buku yang berisi 190 halaman ini hadir di tengah-tengah kita, untuk mengenalkan salah satu budaya asli Indonesia, terutama Semar. Walau tidak mempercayai paling tidak kita bisa memahami sejarah bagaimana nusantara dahulu kala. Dari itu kita bisa belajar, agar Negeri ini semakin baik ke depannya dengan nilai-nilai yang luhur. Serta menjadi lebih menjaga budaya dan sejarah yang dimiliki, sebelum budaya yang dimiliki direbut orang lain.

Muhammad Rasyid Ridho, Alumni Pondok Pesantren Al-Ishlah Bondowoso. Penulis Tinggal di Malang.

*dimuat di  nusumenep.or.id  9 Juni 2013 http://nusumenep.or.id/mengenal-pemimpin-punakawan-lebih-dekat/

Rabu, 05 Juni 2013

(22-Resensi Buku 2013-Rimanews..com 2 Juni 2013) Fenomena Facebook Sebagai Tuhan Tanpa Sadar

Judul buku ini cukup kontroversial. Facebook sebagai tuhan? Ah, masak ada mungkin begitu fikir kita. Mari nikmati penjabaran ini. Dalam sajian pengawalnya Nurudin penulis buku ini mengemukakan. Kita akan mudah mendapatkan orang membuat status facebook, ngetweet, dan mengupload foto-foto yang dianggapnya keren dalam akun-akun jejaring sosial yang dimilikinya. Mereka menganggap semua itu adalah eksistensi dirinya. Menurut Erik Qualman, orang yang berperilaku demikian disebut dengan braggadocian behavior (braggart berarti pembual atau penyombong) (hal iii).

Bukan tanpa dasar pula Nurudin menyebut facebook sebagai tuhan baru. Dalam realitasnya Tuhan dalam arti monoteisme adalah tempat bergantung manusia. Dialah sesembahan dan tujuan akhir manusia untuk mencari tujuan hidup. Tuhan akan dijadikan sebagai sebab utama (causa prima). Inilah sebagai tempat bergantung manusia.

Jika ada sebagian manusia yang menjadikan nafsu sebagai perilaku sehari-harinya, maka bisa dikatakan dia menjadikan nafsu sebagai tuhannya. Ada pula manusia yang menjadikan uang sebagai tuhan. Ketika manusia selalu mengukur sesuatu dengan uang, semua hidupnya hanya berorientasi uang (halaman 167).

Nah, hubungan Facebook sebagai tuhan baru yakni ketika manusia itu sangat tergantung dengan facebook. Coba kita perhatikan, bagi orang yang sudah tergantung dengan facebook, maka yang pertama kali yang dia ingat ketika bangun tidur adalah facebook. Terlebih lagi mereka akan tidak tahan ketika seharian saja tidak membuka facebook, bahkan sejam saja tidak membuka facebook mungkin akan pusing sendiri melebihi pusingnya dengan masalah kehidupannya yang lain (168-169).

Yang akan menguatkan perkataan Nurudin yakni kita mudah pula menemukan fenomena facebook menjadi tempat berkeluh apapun itu. Saat sakit, saat capek, sampai saat diputus pacar dan juga berdoa kepada tuhan melalui facebook. Nah, tak ubahnya ini dengan penghambaan kepada facebook bukan? Apakah tuhan akan mendengar doa melalui facebook? Sewajarnya tak perlu doa itu dipamerkan atau melalui status di facebook. Bukannya doa akan terkabul namun malah menjadi syirik karena telah menanggap facebook sebagai tuhan (halaman 170).

Pembahasan tentang tuhan baru sebenarnya hanyalah satu tulisan dalam buku ini. Buku ini memang buku yang berisi kumpulan tulisan Nurudin yang pernah dimuat di media massa atau hanya dia post di blog pribadinya. Karena memang Nurudin adalah Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Malang. Maka, tulisan-tulisannya dalam buku ini banyak yang bersangkut-paut dengan media massa.

Kumpulan tulisan dalam buku ini terbagi dalam 5 bagian. Sayangnya ada kesalahan dalam pengantar penulis (v), dalam pengantar tertulis terdiri dari 3 bagian saja, padahal yang benar terdiri dari 5 bagian. Bagian pertama membahas tentang hidup dengan tetangga bernama media massa. Bagian ini membahas antara lain tentang kampanye pemilihan Presiden di televisi, tentang opini publik tentang perseteruan Cicak vs Buaya, Second Reality media massa pun dibahas dalam bagian ini. Inti pembahasan ini, saat ini kehidupan kita bertetangga dengan media massa, maka mau tak mau hidup kita akan bersinggungan dengan namanya media.

Bagian kedua membahas pergeseran media massa. Bagian ini akan dikemukakan bagaimana seharusnya media massa ini membuat keharmonisan di masyarakat, tetapi kenyataannya justru menjadi pemecah dan memperlebar masalah. Media massa yang harusnya mencerdaskan malah menjadi sumber kebodohan dan pengikis sikap kritis masyarakat. Contohnya, kiprah televisi dalam meruntuhkan budaya baca (halaman 67).

Bagian ketiga membahas yang menjadi judul di atas, media sosial dan munculnya revolusi komunikasi. Seperti pembahasan di atas di dalamnya berisi tentang ketika media sosial menjadi tuhan dan juga media sosial sebagai sarana kemenangan revolusi di Timur Tengah (halaman 182).

Bagian keempat membahas tentang media massa dan kepentingan yang mengitarinya. Tentu saja media Indonesia yang saat ini dalam keadaan bebas kebablasan, pasti adanya sarat dengan kepentingan. Entah kepentingan pemerintah atau kepentingan politik pengusaha yang memilikinya. Ini akan lebih terlihat ketika menjelang pemilu contohnya, media massa terutama televisi akan jadi lahan kepentingan (halaman 109).

Bagian kelima sekaligus terakhir membahas tentang media massa yang ideal saat ini yang ternyata omong kosong. Di dalamnya berisi tulisan antara lain tentang propaganda media massa Amerika dan memberikan social punishment terhadap televisi dengan menekan tombol off ketika yang ditayangkan tidak bermutu dan tidak memberikan manfaat kecuali kebodohan (halaman 225).

Ada kata yang terlewat oleh editor buku ini padahal terdapat di awal (pengantar penulis) terdapat kata “kemundulan” yang seharusnya “kemunduran.” Terlepas dari kesalahan yang beberapa saya sebutkan di atas, buku ini tetap layak Anda baca. Guna memperluas pengetahuan dan memiliki pemahaman tentang media literasi. Karena dalam buku ini Nurudin tak hanya mengkritik namun memberikan solusi dalam tiap kritikannya dengan bijak.

Judul : Tuhan Baru Masyarakat Cyber di Era Digital

Penulis : Nurudin

Penerbit : Aditya Media Publishing

Tahun Terbit : PertamaNovember, 2012

Jumlah Halaman : 238 halaman

ISBN : 978-602-9461-40-4

Peresensi : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
*dimuat di Rimanews.com 2 Juni 2013, http://www.rimanews.com/read/20130602/105121/fenomena-facebook-sebagai-tuhan-tanpa-sadar
cover tuhan baru