Selasa, 29 Januari 2013

JC dan Kalimat Yang Menyeramkan


“Wuih, kata-katanya menyeramkan” kata Pak Nurudin.
              
  “Punggung saya kalo make baju ini (PDH JC) jadi berat” kata Pak Arief.
               
Ini yang lontaran kata yang saya dapatkan dari dua orang dosen yang pertama dulu pemerakarsa Journalistic Club Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang sekaligus Pembina dan sekarang untuk dosen yang kedua pun menjadi Pembina JC.

JC yang baru menginjak usia 2 tahun ini sudah dua kali berganti format PDH (baju resmi komunitas). Awalnya dulu  biru muda ada warna hitamnya berlengan pendek. Entah apa sengaja atau kurang perhatian dengan baju cleaning servis, baju JC yang ini mirip dengan baju mereka hanya beda ada hitamnya. Akhirnya, banyak orang yang kurang suka selain memang warnanya kurang menarik.
               
Pada  semester ke 2 saya menjabat sebagai ketua, saya dan teman-teman JC membuat PDH dengan model baru.  Warna hitam semua dan di punggung belakang ada tulisan tagline Journalistic Club, “Publikasikan atau Menyingkirlah.”

Nah, kalimat inilah yang kata Pak Nurudin menyeramkan. Yang menurut Pak Arief kalau dipakai sangat berat bebannya.
              
  “Menyeramkan tapi maksudnya ini memberi motivasi agar berkarya dan publikasi” ujar Pak Nurudin.
               
“Saya memilih memakai baju ini dan saya akan terus berkarya.” Ujar Pak Arief ketika memakai PDH Journaslitic Club.
               
Saya pun mengamini apa kata beliau berdua. Kalimat tersebut bukan untuk menyindir ataupun menyuruh pergi.  Namun, kata itu adalah kata motivasi. Motivasi untuk siapapun, khususnya yang menjadi anggota JC. Motivasi untuk terus berkarya, karya apapun itu. Saya yang memiliki passion menulis, maka karya saya dalam menulis. Jika anggota lain memiliki passion yang lain selain menulis, maka itu yang terus diasah agar menjadi lancip. JC tak  hanya soal menulis dan jurnalistik, apapun itu public relation, mengggambar dan lainnya sah-sah saja. Karena, titik beratnya adalah karya, ya berkarya.
               
Itulah makna JC bagi saya. Saya yang selalu terinspirasi untuk berkarya. Saya yang tak berhenti bermimpi salah satunya karena JC. JClah yang memotivasi saya. Terima kasih JC. Terima kasih Pak Nurudin yang tak pernah berhenti menulis, Pak Arief dengan banyak impian untuk JC, Mba Dita wartawan Jawa Pos yang katanya sekarang jadi pengusaha, Mba Tri wartawan di Jakarta, Mas Aries Mas Afif dan Mas Soni yang selalu semangat, Mba Cipa penyiar yang keren, Mba Irma Mba Shelbi Mba Nia, Mba Nanda yang cerewet tapi baik :D, Mba Vika yang selalu siap membantu, Siska yang adeknya Mba Nanda mirip deh (^^V piss), Erik yang tak pernah berhenti menggambar,  Merisa bendahara yang baik, Trisih yang pendiam tapi semangat, Yogie, Heny, Yahya  calon wartawan hebat, Mia calon PR yang kreatif, Fatkhul sutradara masa depan, Risyaf, Jalil, Cicik dan anggota baru (maaf nggak sebutin satu-satu) lainnya yang selalu semangat. Tetaplah berkarya dengan JC, apapun itu passion yang teman-teman miliki.

You’re all my inspiration J

Minggu, 20 Januari 2013

(Reportase 2013-8 Januari Harian Surya) Reuni berbuah Yayasan


Oleh : Muhammad Rasyid Ridho  
Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 Universitas Muhammadiyah Malang 

Area parkir rumah makan Lestari Bondowoso di akhir tahun 2012 itu terlihat penuh. Di dalam ruangan pun suasananya sama, dipenuhi alumni Yayasan Sosial Indonesia (Yasi) angkatan 1982 Bondowoso. Reuni putih abu-abu Yasi 1982 itu digagas alumnus Bambang Prianggodo, yang kini melengkapi namanya dengan embel-embel kolonel.

Lama tak berjumpa membiarkan memori putih abu-abunya mengendap di kepala, kini mereka bertemu untuk kembali membuka memori silam yang katanya paling indah. Terlebih banyak alumni yang membawa keluarga. Bahkan, Bambang Prianggodo tak sekadar mengusung istri, tapi juga anak, menantu dan cucu-cucunya.

Laiknya reuni pada umumnya, alumni yang hadir riuh membicarakan masa lalu, sembari mencicipi semua menu yang tersaji. Saat sekelompok alumni bernostalgia, alumni yang lain asyik menyumbangkan suaranya. Tak hanya celetukan, gagasan untuk mendirikan yayasan pendidikan untuk membantu sesamanya. Misalnya, untuk guru-guru Yasi. Kendati Yasi sudah tak ada dan berubah menjadi SMA Tenggarang Bondowoso, niat baik tersebut patut diapresiasi sebagai upaya untuk kebermanfaatan bersama dan memajukan pendidikan di Indonesia. Usulan pun disetujui alumni yang datang. Maka segera dipilihlah siapa yang menjadi ketua koordinator, wakil, sekretaris dan bendaharanya. Pemilihan dilakukan dengan mencari suara terbanyak di setiap kandidat yang diusulkan. 

Setelah terpilih, tanpa menunggu waktu acara ini ditutup dan langsung diadakan koordinasi panitia. Selain itu uang yang dikumpulkan mencapai dua juta rupiah lebih yang selesai acara itu juga dikirimkan ke rumah guru-guru mereka di Yasi yang tersisa enam orang. Sungguh, kerja orang-orang tua dengan semangat muda. Tentu ini tamparan bagi yang muda namun tak punya kerja nyata dan tak hasilkan apa-apa. Semoga niat baik rancangan yayasan pendidikan yang mereka inisiasikan tercapai di masa depan.



Dimuat di Harian Surya 8 Januari 2013- See more at: http://surabaya.tribunnews.com/2013/01/07/reuni-berbuah-yayasan#sthash.6iOqH6Zm.dpuf

Kamis, 10 Januari 2013

Dari Cafe Ke Pergerakan



Judul                            : Sang Pemusar Gelombang
Penulis                          : M. Irfan Hidayatullah
Editor                          : Feri M. Syukur dan Topik Mulyana
Penerbit                       : Salamadani, Bandung.
Tahun Terbit                : Juli, 2012
Jumlah Halaman          : 502 halaman
ISBN                           :  978-602-84-5895-5
Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota  Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
Pernah dimuat di Berita99.com, Dakwatuna.comwww.dakwatuna.com/2012/12/24997/sang-pemusar-gelombang-3/ (7 12 12) dan Harian Metro Riau, Klik!
            Kematian dan pembunuh Hasan Al-Banna masih misteri. Dalam sejarahnya, Hasan Al-Banna adalah seorang taat beragama dan bervisi misi Islam yang kuat. Dia juga gemar berdakwah. Anehnya, tak seperti juru dakwah lain yang lazimnya melakukan dakwah di masjid. Dia mendobrak dengan kebiasaan baru dengan memulai dakwahnya dari warung kopi (cafe) ke warung kopi lainnya. Banyak yang simpati dan mendengarkan apa yang dia sampaikan namun tak sedikit pula yang acuh dan melawan apa yang dia dakwahkan. Dari warung kopi inilah sebuah Gerakan Islam yang kini memiliki pengikut paling banyak di dunia, Ikhwanul Muslimin.
            Fenomenalnya gerakan yang Hasan Al-Banna pimpin dari dulu bahkan sampai dia telah meninggal, mungkin itu salah satu daya tarik M. Irfan Hidayatullah menulis sebuah novel Sang Pemusar Gelombang. Awalnya saya mengira novel ini tidak jauh beda dengan novel-novel tentang tokoh lainnya, mengisahkan sejarah tokoh tersebut secara langsung seperti novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral atau novel Muhammad Lelaki Penggenggam Hujan karya Tasaro GK yang menceritakan sejarah Nabi Muhammad dengan tambahan fiksi di tempat lain tapi di waktu yang sama.
             Namun, ternyata perkiraan saya meleset. Novel ini ternyata menceritakan kisah fiksi sepak terjang orang-orang yang terinspirasi pemikiran Hasan Al-Banna. Hasan Al-Banna anak sosialis yang mencari jati diri hingga menemukan catatan bapaknya (Rosid) yang pejuang dakwah di desanya dulu dan misteri kenapa ia dinamakan Hasan Al-Banna. Randy anak keluarga kaya raya yang moderat, namun berubah drastis perilaku lamanya yang suka foya-foya menjadi lebih islami dan terjaga setelah mengenal aktivitas dakwah di kampusnya. Cikal,vokalis band terkenal The Soul, merubah jejak hidupnya karena seorang wanita yang dia sebut “Najwa”. Najwa bernama asli Maryam, seorang akhwat (sebutan perempuan aktivis dakwah) yang shalihah juga cantik jelita. Tak sedikit dari para ikhwan (sebutan lelaki) tertarik padanya, termasuk sang ketua Randy dan juga Cikal yang berubah karenanya.
            Sejatinya novel ini menceritakan sejarah sebuah pergerakan  pemikiran yang berat. Namun, berkat kepiawaian penulisnya yang juga mantan ketua Forum Lingkar Pena ini dalam meramu sejarah, roman, intrik dan konflik, novel ini menjadi renyah dan menarik ketegangan serta rasa penasaran pembaca dalam novel setebal 502 halaman ini. Sebagai pencerahan, novel layak dibaca siapa saja. Karena pembaca akan tahu siapa  Hasan Al-Banna sebenarnya tanpa membaca buku pemikirannya yang berat.

*resensi ini juga termasuk diikutkan lomba menulis resensi Sang Pemusar Gelombang dan alhamdulillah naskah menjadi pemenang :)