Satu pesan masuk ke hpku.
“Dho,
jam 11 kita berangkat ya” sms dari SCNDV@KakRajabH.
“Iya
kak, tapi saya masih kuliah kak, tunggu ya..” balasku.
Walau berada di laboratorium Ilmu Komunikasi, aku tetap bisa membalas sms
kak Rajab. Selain memang mata kuliahnya adalah praktik dan agak santai (hihi,
jangan ditiru yak!). Untung saja Pak Nasrullah pengampu materi Deep News
praktik jurnalistik tidak suka marah :D Memang pikiranku kali itu bercabang
dua, antara memperhatikan materi sekaligus mengerjakan tugasnya ditambah
perihal penjemputan Bunda Pipiet Senja.
“Iya Dho, tunggu depan kampus ya”
“Sepeda
taruh mana kak?”
“Kampus
aja, insya Allah aman”
“Kalo
sampe malem, saya pulang aja dulu, nanti dari kontrakan aja berangkatnya kak”
“Oke,
Dho”
Alhamdulillah, karena sudah deal
kesepakatannya otomatis smsannya juga berhenti. Lega. :D
Selang
beberapa menit setelah tugasku selesai. Ada sms dari FLP@TehPipiet.
“Naaak.
Nanti ketemunya di Hotel Pelangi 2 di Jalan Dinoyo sekitar jam 2.30 yaa”
“Iya
bunda, jadi nggak usah jemput Bunda?”
“Gak
usah, nak”
Aku segera menghubungi Kak Rajab.
“Kak, kata Bunda Pipiet nanti
dijemput di Hotel Pelangi 2 di Dinoyo aja”
“Oke,
Dho” balas
Kak Rajab.
Deal. Selesai. Dan hpku mati di saat
yang tepat. Error dan dropnya kambuh (minta di “lem biru” kali ya?hehe :D)
Praktik selesai, diakhiri dengan
penugasan membuat Deep News. Dengan kepala agak puyeng, aku segera melangkahkan kaki ke parkiran sepeda motor.
Pulang ke kontrakan. Mengambil charger hp Nokia Adym dan kupasang hpku (ketahuan
nggak punya charger :D) dan segera kunyalakan.
Ada sms dari Kak Rajab lagi.
“Dho,
nanti tunggu di depan gang ya, turun masjid saya berangkat dari sini”
“Iya
kak”
Sebenarnya aku masih bingung gang mana nih aku.
Karena ada dua gang di kontrakanku. Gang di depan jalan biasa dan gang menuju
jalan raya. Ah, nanti sajalah. Kulihat jarum jam sudah menunjuk angka 11, aku
harus mandi dan berangkat shalat jum’at ke masjid.
***
Turun
dari masjid. Aku langsung meluncurkan sepeda motor ke depan masjid yang menjual
lalapan. Perut sejak tadi sudah melakukan koor indahnya, jadi aku harus segera
mengisinya. Aku pesan satu dibungkus nasi kuning dan lalapan ayam krispi.
Sampai
selesai makan di Prisma (sambil Fb-an juga di PC Prisma yang bermodem,hehe). Aku
ngerasa ada yang aneh kak Rajab belum sms juga. Lalu, kulayangkan sms ke
SCNDV@KakRajabH.
“Kak, jadi jam berapa berangkat dari Batu?”
Setelah
itu ada banyak sms yang berkucuran derasnya dari no yang ku sms barusan, sampai
tak muat karena kepenuhan.
“Dho, ayo kita sudah di gang depan”
“Dho,
di mana?”
“Dho,
ayo kita harus jemput ke Bandara”
“Dho?”
Belum
sempat aku membalas, sebuah telpon masuk dari nama yang sama dengan pengirim
sms.
“Dho di
mana? Ayo Berangkat, saya di depan sejak tadi”
“Lho? Tunggu kak saya jalan..”
jawabku.
“Prisma mana? Minta anter dia aja”
“Nggak ada kak, saya sendirian di
rumah”
“Ya wes, agak cepat ya”
“Iya kak”
Hp
mati. Dan aku segera ganti baju.
Sampai
depan pintu yang akan aku kunci, temanku prisma datang.
“Ditunggu
tuh!” kata dia.
“Iya, sek”
Aku
diantarnya sampai gang depan menuju sebuah mobil biru. Ada kak Rajab dan satu
orang sopir yang belum aku kenal. Kami segera meluncur ke bandara sekitar pukul
12.30.
“Dari mana Dho, di sms di telpon nggak bisa?”
Tanya kak Rajab.
“Di
kontrakan aja kak, mungkin nggak ada sinyal ya, sms antum juga baru masuk kak”
“Oooo” Kak Rajab menganggukkan kepala.
Aku
meneruskan dengan pertanyaan.
“Kak tadi Bunda Pipiet kan bilang kita
jemput di hotel aja, kok sekarang mendadak jemput di bandara?”
“Gini
Dho, tadi waktu tak telpon: “Bu Pipiet kata Akhi Ridho kita menjemputnya di
hotel saja ya?” “Iya” kata beliau. “Terus yang jemput di bandara siapa Bu?” “Katanya
panitia UIN mas” Seperti yang bingung
beliau Dho. Ya sudah tak telpon panitia”
“Saya baru ingat kalau kesepakatannya
Al-Izzah jemput Bu Pipiet, ya sudah ini makanya harus segera ke sana nih”
“hehe,
mis komunikasi kak” Aku
ketawa.
“Iya, hehe. Kamu tahu bandara Dho?” tanya Kak Rajab.
“Nggak tahu kak” Kugelenggkan kepala.
“Kamu mi?” Tanya Kak Rajab ke sopir.
Dia
gelengkan kepala. “Nggak.”
“Kita
nggak ada yang asli Malang ya” Kak Rajab bertanya yang tak perlu jawaban, aku dan sopir ternyata
bernama Fahmi itu hanya diam.
Kak
Rajab mengenalkanku pada Fahmi.
“Ini Ridho adek kelasku di Al-Ishlah”
“Ini
baru keluar dari ISID (Institut Studi Islam Darussalam Gontor), Dho”
“Ooo,
sapa nama antum?” Aku
mencoba mendekat.
“Fahmi” jawabnya.
“Baru lulus ISID?”
“Iya
baru, tahun ini”
“Tahun
2008 berarti ya?”
“Iya”
Kemudian hening dalam mobil. Diam semua.
Terutama aku yang mulai keringatan dan mual. Seperti ingin mengeluarkan apa
yang aku makan tadi, roti yang di beri Kak Rajab pun kubiarkan terbungkus. Aku
melihat AC mobil menyala. Sepertinya ini masalahnya. Aku nggak kuat nih. Aku
coba kecilkan, ternyata sama saja. Aku cari tombol mematikannya. Ketemu. Off. Dan
lega, mualku sedikit pergi. Walau masih ada terpaan AC dari depan.
Malang
saat itu memang sedang panas-panasnya. Anggapan Malang itu dingin, saat ini
mungkin bisa ditolak. Panas bak Surabaya. Mau
hujan mungkin, batinku. Apalagi, saat itu mulai macet di beberapa tempat.
Gerah, pasti.
Kak Rajab mungkin merasa ada yang aneh, mulai
merasa panas sepertinya. Dia melihat tombol AC mati. Lalu dia hidupkan. On.
“Kamu matikan AC, Dho?” tanya Kak Rajab.
“Iya kak, gak kuat”
“Nggak cocok jadi orang kaya kamu Dho” candanya.
Aku
hanya tersenyum. Dan kembali mencerna candaan Kak Rajab itu. Kok benar masuk ke
pikiranku ya? Aku bertanya-tanya sendiri. Ah, nggak usah dipikirkan. Cocok
nggaknya jadi kaya nggak hanya diliat dari itu saja. Lupakan ah. Hehe….
“Dho ada pulsa kamu? Coba hubungi beliau
mungkin sudah sampe?”
“Nggak
ada kak, cuma ada pulsa sms” ya itu saja memang punyaku.
“Saya nggak ada pulsa juga, kamu ada Mi?
“Ada,
banyak”
“Coba
telpon Dho”
“Hp
saya mati kak”
“Sek
ini nomernya” Sambil
memegang hpnya kak Rajab mencet nomor hp Bunda Pipiet.
Aku
coba menelpon. Kupencet tombol bergambar gagang telpon. Tak ada sambungan.
“Gak masuk kak” kataku.
Berkali
aku coba, juga nggak masuk. Akhirnya kuberikan lagi hp Fahmi ke Kak Rajab.
Kemudian
beberapa menit kemudian dicoba lagi oleh Kak Rajab.
“Masuk ini Dho” Sambil memberikan hp padaku.
Percakapan
dimulai.
“Bunda sudah sampai?”
“Belum
masih di pesawat mas”
“Oh
iya, ini Ridho Bunda. Kami juga masih di jalan bunda”
“Okeh
Okeh”
Kemudian
hp mati.
Setelah
sampai Singosari. Kak Rajab walaupun masih ragu apakah benar yang di tuju,
meminta Fahmi terus saja pelan-pelan sampai ada tulisan Abdul Rachman Saleh.
“Nggak tanya dulu tah pak?” Tanya Fahmi.
“Nggak, nggak usah, terus aja”
Sampai
belokan menuju tempat yang Kak Rajab maksud. Mobil terus berjalan. Dan akhirnya
berhenti di depan warung kelontong dan Kak Rajab turun untuk bertanya. Setelah
masuk, Kak Rajab menginstruksi Fahmi untuk meneruskan perjalanan.
Sampai
di sebuah persawahan, yang di pinggirnya tumbuh tumbuhan hijau sebagai pagar.
“Kayak
jalan mau ke cangar, bener nggak ini yah?” Tanya Kak Rajab.
Aku
dan Fahmi diam saja. Kemudian Fahmi
berkata, ketika sampai di gerbang bertuliskan Lapangan Udara TNI Abdul Rachman
Saleh.
“Ini bukannya lapudnya TNI ya pak?” Dia ragu tempat yang kita tuju ini benar.
“Bukan, insya Allah ini bener kok” Kak Rajab menjawab antara PD dan ragu.
Aku
hanya diam di antara pembicaraan mereka berdua. Aku hanya ikut saja ke mana
mereka pergi. Karena satu, aku tak pernah ke Bandara di Malang, jelas tidak
tahu mana yang benar dan salah. Kedua, aku kira tujuan ini sudah benar karena
namanya sudah benar “Abdul Rachman Saleh”.
Semakin
jauh masuk, kita tak menemukan kepastian dan keyakinan kalau tempat ini bandara
yang kita tuju. Tak kami (selain saya yang belum pernah ke bandara manapun)
temukan pemandangan lazimnya bandara. Sampai pada suatu pertigaan dan di sana
aku disuruh turun ke seorang tentara yang sedang menjaga.
“Apa?” Sebelum aku tanya dia sudah bertanya dahulu dan sedikit ketus.
“Bandara udara di mana ya pak?”
“Salah
tempat kalian, tadi lewat pos jaga ya”
Kak
Rajab turun juga dan menghampiri kita berdua.
“Kalian keluar dan kembali ke blimbing”
“Bukan
di sini ya pak?” tanya
Kak Rajab.
“Umum kan? Sriwijaya kan?” tanya tentara itu.
Dan
kemudian meninggalkan kami yang masih bingung, galau. Dia menghampiri gerbang
yang memakai penghalang tampar yang kemudian dia angkat tinggi-tinggi. Dua-tiga
truk hitam TNI berjalan agar bisa lewat.
“Minggir!” Dia meneriaki aku dan Kak Rajab yang berdiri di aspal, ketika salah
satu truk berjalan di depan kita. Aku sudah di atas trotoar.
“Minggir!!!” Dia membentak lebih keras lagi. Aku jengkel
pada tentara itu. Sewot sekali nih,
batinku. Ternyata Kak Rajab masih di pinggir jalan di atas aspal, hampir saja
dia kena sentuh truk tersebut jika saja tentara itu nggak teriak dan aku
memberi tahunya untuk minggir naik ke trotoar.
Kak
Rajab sudah pindah ke trotoar. Sepertinya dia juga nggak tahan jadi
bulan-bulanan kemarahan tentara, dia langsung mengajakku ke mobil walau belum
jelas jawaban tentara tersebut.
“Ayo Dho!” Kita berdua kembali ke mobil.
“Kenapa kok marah gitu?” Tanya Fahmi ketika aku dan Kak Rajab masuk
mobil. Tanpa menjawab pertanyaan Fahmi, Kak Rajab memberi instruksi untuk balik
arah!
“Ayo balik arah kita salah jalan!”
Fahmi
pun langsung memutar arah dan melanjutkan perjalanan dengan agak ngebut.
“Duh, gimana nih ya?, kita telat nih
bisa-bisa ini”
Kemudian
ada 2 sms dari Bunda Pipiet di Hp Fahmi.
“Saya di atm center”
“Saya
make baju serba ungu ya dek”
Waduh
alamat bunda Pipiet sudah sampai ini. Kami semua bingung. Aku mencoba
menghubungi beliau tapi belum tersambung. Sampai di gerbang awal kami masuk,
Kak Rajab turun dan bertanya di mana Bandara ke tentara yang menjaga. Setelah
masuk mobil, Kak Rajab bilang kalau kita harus ke blimbing di sana tempatnya
ini hanya untuk tentara. Betul berarti kata Fahmi dan memang yang kulihat di
jalanan sejak tadi semua tentara berseragam, tak ada orang umumpun. Wah, memang
berarti kita salah alamat. Mencari alamat Bandara Abdul Rachman Saleh, malah
kita ke Lapangan Udara TNI Abdul Rachman Saleh. Dengan nama yang sama, tetapi
beda fungsi. Lapangan Udara TNI untuk TNI saja. Bandara untuk umum. Akhirnya
kita tahu juga perbedaannya. Katrok ya! :D
Kak
Rajab turun lagi dari mobil, untuk bertanya
ke tempat pembelian tiket. Ternyata benar, bandara tujuan kita itu tak perlu
jauh sampai Singosari. Karena Cuma daerah blimbing. Mobil melaju lebih cepat
dari sebelumnya, namun juga tetap hati-hati.
Hampir
setiap pertigaan menjadi penyebab jalanan macet. Kita masih harus berhenti dan
antri untuk melaju ke depan. Aku mencoba menghubungi Bunda Pipiet lagi. Kita
merasa tidak enak sudah setengah jam beliau menunggu di bandara. Telepon tersambung.
“Dek kalian di mana ya?” Suara beliau terasa kelelahan. Aku
mendengarnya jadi nggak enak.
“Maaf bunda tadi kami salah bandara L”
“Wadau kacoooooooow hehehe”
“Maaf ya bunda, lima belas menit lagi kami
sampai insya Allah”
“Iya,
saya lagi minum nih”
“Iya
bunda, maaf…”
Hp
mati. Dan sampailah kami ke gerbang Bandara.
Kita
terus sampai ke depan ATM Centre dan melihat Bunda Pipiet lagi duduk kelelahan. Ya, kelelahan selama duduk di
pesawat plus kelelahan duduk menunggu jemputan kita. Ah, nggak enak sekali.
Malu ke beliau.
Aku
segera turun, dan langsung berlari ke beliau. Beliau tersenyum melihatku. Aku
mencium punggung tangan kanan beliau. Dan langsung membawakan barang-barang
yang beliau bawa.
“Aaaah ini telaaat ya” Kata beliau.
Kita
mengajaknya masuk mobil langsung karena gerimis juga. Dan mobil langsung
meluncur kea rah tujuan, Al-Izzah Batu.
“Ketahuan kalian nggak tahu bandara ya” tersenyum, beliau pada kita bertiga.
#Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar